Selasa, 31 Desember 2013

Dampak Internalitas dan Eksternalitas Depresiasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Perkonomian Indonesia



Negara berkembang yang ada di kawasan Benua Asia yang terletak di tenggara benua ini, senantiasa memiliki problematika yang sangat kompleks. Sejak 17 Mei 1999, Bank Indonesia memasuki babak baru yang sangat berbeda dari priode-periode sebelumnya. Babak baru tersebut ditandai dengan diterapkannya Undang-Undang (UU) No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang mereformasi tujuan dan tugas Bank Indonesia secara lebih jelas dan terfokus, tujuan Bank Indonesia sesuai dengan pasal 7 undang-undang (UU) No. 23 tahun 1999 adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai tukar yang dimaksud adalah kestabilan nilai Rupiah terhadap barga barang dan jasa dan kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang Negara lain.

Banyak faktor yang menjadi alasan munculnya depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu terakhir ini. Ada beberapa rangkaian penyebab terjadinya depresiasi melalui faktor eksternal dan diikuti serangkaian faktor internal. Hal tersebut layak terjadi karena Indonesia merupakan daya tarik yang sangat kuat sebagai tempat untuk berinvestasi dan kemudian rendahnya ekspor yang dilakukan oleh negara Indonesia dibandingkan Impornya sering kita jumpai neraca perdangangan yang defisit. Pada periode Januari hingga Juni 2013, Perekonomian AS semakin pulih dan terbukti berada pada level 1,4% dan di prediksi angka tersebut bisa menembus lagi hingga 2,5% di semester kedua 2013 ini. Daya tarik ini dapat menimbulkan para investor asing yang menaruh modalnya di Indonesia akan “mudik” ke kampung halamannya karna hal tersebut. Dengan kepastian Ekonomi, Hukum, dan stabilitas politik yang stabil di Amerika Serikat.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh ketidakpastian iklim investasi seperti upah buruh, cost pressure dari bahan bakar minyak, demonstrasi dan gejolak politik yang akan segera hadir di tahun 2014 ini (Pemilu 2014) akan membuat investor luar negeri akan berpikir dua kali untuk menaruh modalnya di Indonesia karna premi resiko yang ditimbulkan terlalu tinggi. Defisit neraca perdagangan pula membuat kebingungan di beberapa hal. Dengan prediksi Indonesia dari tahun lalu sudah mengalami defisit neraca perdagangan maka kira-kira kita tidak menerima pemasukan lebih berupa mata uang asing (dollar) atau sering kita katakan sebagai devisa negara. Sedikitnya devisa negara yang diperoleh maka akan membuat lebih banyak mata uang rupiah dibandingkan dollar yang beredar di masyarakat.
Jalan keluar yang kami ajukan yaitu dengan pemerintah harus segera mengkoreksi atau membenahi neraca perdagangan Indonesia yang sudah ada sekarang untuk stabilitas pertumbuhan perekonomian. Ada beberapa neraca perdagangan yang negatif dan harus segera dibenahi yaitu pemerintah tidak mendifersivikasikan komoditas ekspor dan negara tujuan ekpornya. Karena selama ini komoditas primer atau bahan mentah yang menjadi komoditas utama dalam ekspor Indonesia. kemudian yaitu pemerintah tidak mengontrol impor bahan baku penolong yang mencapai 70% dari total impor. Impor bahan baku dilakukan untuk industri yang akan mengelola dan setelah itu akan di ekspor. Dan kesalahan terakhir yaitu pemerintah gagal mengendalikan subsidinya terutama pada Bahan Bakar Minyak (BBM). Subsidi yang dilakukan membuat harga minya di pasar lokal sangat murah sehinggal membuat masyarakat senang untuk mengkonsumsi banyak BBM dan sampai melebihi kuota yang tersedia dan mengakibatkan impor pun meningkat dan efek dari semua itu yaitu neraca perdagangan migas semakin membesar.
Dari sinilah kinerja pemerintah benar-benar dituntut untuk mengembalikan stabilitas nilai tukar rupiah di kanca dunia. Jelang pemilihan umum di tahun 2014, styabilitas politik akan sangat berperan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun, apabila pemerintah gagal atau tidak sigap dalam menangani baik dampak internal ataupun eksternal yang akan terjadi, kondisi Indonesia dan nilai rupiah akan lebih buruk dibandingkan dengan kondisi sekarang dan memungkinkan menjadi yang terburuk di kawasan Asia.


Oleh : Imam Perkasa
Kastrad BEM FEM IPB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar